Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit guna menjalani terapi dan perawatan (Supartini,2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak antara lain : berpisah dari orang tua, siblings, fantasi-fantasi (unrealistic anxieties) tentang kegelapan, monster, binatang buas, gangguan kontak soasil, nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit, prosedur yang menyakitkan, takut akan cacat atau mati.
Hospitalisasi atau dirawat di rumah sakit bagi anak dan keluarga merupakan sumber stress yang menjadikan mereka merasa tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung persepsi anak dan keluarga terhadap hospitalisasi. Anak mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar mereka. Anak mempunyai kesulitan dan pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.
Reaksi hospitalisasi pada anak bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, rekasi anak terhadap sakit adalah kecemasan akibat perpisahan, kehilangan, terlukanya tubuh dan rasa nyeri.
Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stressnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak dapat berupa tangisan kuat, jeritan atau serangan verbal dan fisik seperti menendang, menggigit, memukul, mencubit, memegang erat orang tua (Wong,2004). Terhadap luka yang dialami atau nyeri yang dirasakan saat menerima tindakan invasif seperti injeksi, infus, pengambilan darah anak akan meringis, menggigit bibirnya, memukul atau menangis.