Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan dasar adalah membangun fondasi untuk berkembangnya manusia holistik. Pendidikan usia dini (usia TK dan SD) adalah masa-masa kritis dalam membangun fondasi ini. Apabila pada usia dini para siswa sudah mendapatkan pendidikan yang salah, maka sikapnya terhadap belajar akan negative dan akan terus terbawa sampai usia dewasa, sehingga sulit untuk menjadi seorang pecinta belajar.
Hasil-hasil studi mutakhir perkembangan anak usia dini (early childhood development), telah memberikan kontribusi terhadap berubahnya paradigm pendidikan untuk usia dini, dari yang dulu berorientasi akademik dan fragmented (terpilah-pilah), menjadi lebih mementingkan aspek-aspek potensi manusia sehingga lebih berorientasi holistik (menyeluruh). Hasil studi mutakhir semakin menunjukkan bahwa seluruh dimensi perkembangan anak (fisik, sosial, emosi dan akademik) terjasi secara stimultan dan integrasi masing-masing tidak berdiri sendiri. Perkembangan salah satu aspek dipengaruhi oleh aspek lainnya. Misalnya, seorang anak yang dimensi sosialnya tidak berkembang dengan baik akan tidak disukai temannya, sehingga akan mempengaruhi kemampuannya bekerja dan belajar dalam kelompok. Selain itu, dia akan merasa tidak nyaman berada di lingkungannya. Ini akan memengaruhi proses belajarnya yang berimplikasi negative pada prestasinya.
Dikarenakan hal-hal tersebutlah, para pakar dan pendidik yang bergabung dalam NAEYC (National Association for the Education of Young Children) di USA yang beranggotakan lebih dari seratus ribu orang dari berbagai Negara telah membentuk petisi untuk mereformasi pendidikan agar sesuai dengan konsep Developmentally Appopriate Practices (DAP) yang dimotori oleh Sue Bredekamp.
Sistem pembelajaran yang sejalan dengan konsep DAP adalah yang menyenangkan bagi anak, karena selain sesuai dengan tahapan perkembangan anak, juga memperhatikan keunikan masing-masing anak. Hal ini dianggap dapat mempertahankan, bahkan meningkatkan gairah semangat belajar anak. Konsep DAP memperlakukan anak sebagai individu utuh (the whole child) yang melibatkan empat komponen, yaitu pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sifat alamiah (dispositions) dan perasaan (feelings). Hal ini dikarenakan pikiran, emosi, imajinasi dan sifat alamiah anak bekerja secara bersamaan dan saling berhubungan. Apabila sistem pembelajaran di sekolah dapat melibatkan semua aspek ini secara bersamaan, maka perkembangan intelektual. Sosial dan karakter anak dapat terbentuk secara stimultan.
0 komentar:
Posting Komentar